Senin, 29 Oktober 2012

Koran Haji Ema

 



 

Kini tiba saatnya orang-orang islam untuk menyambut satu kebahagiaan besar lagi setelah beberapa bulan lalu melewati gema takbir idul fitri, ya ini adalah waktunya berhaji beberapa orang sudah mendaftar dari bulan lalu bahkan ada pula yang sudah bertahun-tahun daftar untuk berhaji. Segala sesuatu sudah dipersiapkan bagi mereka yang sudah dapat akses berangkat menuju rumah Allah itu, ada juga beberapa orang yang sudah beberapa tahun menunggu keberangkatannya tapi belum dapat akses juga, entah bagaimana cara memilih orang-orang yang pergi haji itu di Negara kami tercinta ini. Beberapa hari ini pula sudah banyak berita di televise dan Koran tentang kisah-kisah haji malah semakin bermunculan acara-acara yang bertemakan haji, entahlah aku bingung dengan cara pandang mereka bagaimana, keinginan untuk berbagi ilmu atau hanya sekedar mencari profit semata.
Aku masih teringat di setiap sujud ema beberapa tahun yang lalu sebelum ia wafat di usia yang sudah renta, setiap selesai shalat ia selalu mengakhiri dzikirnya dengan membaca “labbaikkallah humma labbaik, labbaikkala sariikala kalabbaik, ya allah ijinkan hamba ini mencium harumnya rumahmu kelak” ya kalimat itu yang selalu membatku merinding ketika mendengarnya, impian ema yang suci itu selalu menjadi bulan-bulanan dalam pikiranku, sementara aku masih berusia 12 tahun tanpa mengenyam pendidikan sama sekali karena melihat kondisi kelaurga kami yang tidak memungkinkan aku untuk mengenyam pendidikan,  aku hanya dapat belajar membaca dari lembaran Koran yang aku jual di setiap pagi dan sore di lampu merah, aku hanya belajar dari setiap langkah yang aku tempuh bahwa aku kelak akan berhasil jika aku optimis.
Ema, sosok yang membuatku bangga akan hadirnya. Ia tak pernah mengeluh meski keadaan kami terpuruk. Tinggal di perkampungan kumuh yang jauh dari kota tidak membuat ia kikuk mengayuh kehidupan. Setiap pagi setelah sembahyang subuh ia cepat bergegas ke sawah bekerja dari pagi hingga petang, tak peduli usia yang sudah tua ia tetap semangat menjalani hidup, memang terkadang aku melihat raut wajah ema jika sedang melamun, rautnya mengandung kesedihan sejak ditinggalkan oleh abah beberapa tahun yang lalu karena kecelakaan sewaktu pulang dari kota, aku terkadang selalu bosan melihat keadaan kami yang seperti ini, tak ada bantuan pemerintah untuk kami meskipun ada aku yakin ema tak akan mau menerimanya karena ia tak pernah mau hidup dari jerih payah orang lain, karena itulah satu-satunya alasan mengapa aku bersemangat! Ema! Ya aku melakukan semua ini karena ema, Cuma ema yang aku miliki.
Dengan penghasilan 20 ribu rupiah perhari ema menabung, berharap suatu saat ia dapat pergi haji menuju rumah yang di impikan semua muslim, diam-diam aku menyimpan sebagian hasil penjualan koranku untuk membantu ema, aku sedih melihat ema, aku kasihan padanya dengan penghasilan seminim itu ia harus dapat membagi rata untuk kehidupan kami sehari-hari. Aku masih melihat sajadah ema yang penuh dengan tambalan yang selalu menjadi alas untuk dia bersujud, aku masih melihat mukena ema yang sudah kusam dan beberapa bagiannya yang sobek, aku masih melihat cahaya lampu 5 watt sebagai penerang shalat ema dan penerang rumah kami, ah aku sudah tak sanggup untuk merasakan kesedihan yang ditanggung oleh ema.
Di setiap malam tiba aku selalu di ajak berbincang oleh ema, ia hanya bercerita tentang indahnya haji, indahnya pergi ke rumah Allah, hampir setiap malam ema selalu membicarakan hal yang sama padaku, sebelum tidur ema selalu berdoa yang mngucap kalimat mantra yang selalu ia sebutkan juga pada akhir shalatnya “labbaikkallah humma labbaik, labbaikkala sariikala kalabbaik, ya allah ijinkan hamba ini mencium harumnya rumahmu kelak” bukan hanya sebelum tidur, setiap ema akan melakukan semua aktivitasnya ema selalu membaca kalimat itu bangun tidur, pergi ke sawah, akan tidur, memasak, dan segala kegiatan ema selalu di selingi  kalimat doa itu.
Terpikir dalam benakku, aku harus mewujudkan impian ema, aku mau ema pergi haji! aku akan menabungkan semua penghasilanku untuk ema, aku ingin tahun depan ema bisa pergi haji meski aku yakin uangku takkan cukup membantu ema karena penghasilanku sebagai loper Koran hanya 10 ribu perhari. Mungkin butuh waktu bertahun-tahun lamanya untuk mengumpulkan uangku agar ema bisa pergi haji. mulai saat itu aku tak pernah jajan, aku tak pernah membelikan keperluanku untuk hidupku, aku tak memikirkan hidupku lagi karena buatku ema adalah segalanya.
Ini musim haji, banyak Koran yang menyediakan berita haji, aku ingin membuatkan ema kumpulan gambar ka’bah dan suasana haji dari Koran-koranku, aku ingin menggembirakan ema, aku susun gambar demi gambar untuk ema, aku buatkan bingkai untuk ema, dan akan aku simpan di depan sajadah ema agar ema merasa dekat dengan ka’bah, agar ema tak selalu bersedih dan mengeluarkan air mata ketika berujud. aku ingin memberikan kejutan pada ema, aku pulang dengan semangat aku berlari membawa tumpukan Koran yang sudah aku bingkaikan di tempatku bekerja, aku lari secepat mungkin sebelum ema dating terlebih dulu, tapi aku salah, aku terlalu terburu-buru di persimpangan jalan aku sontak kaget ketika sebuah truk pasir menabrakku dengan cepat! Seketika aku terjatuh, aku tak sadarkan diri semua orang mengerumuniku, tiba-tiba ema datang dengan tangisan penuh pilu, “kamu kenapa nak! Apa yang kamu lakukan pada anakku!” ema marah pada supir truk tapi aku masih tersadar dan menggenggam erat tangan ema “ema, sudahlah, bukan dia yang bersalah tapi aku! Maaf ma aku hanya ingin membahagiakan ema, aku buatkan bingkai ini untuk ema” aku berikan bingkai bergambar haji yang sudah patah berantakan karena terlempar truk. “ema, aku sudah kumpulkan uangku untuk ema berhaji, ambil saja di bawah tumpukan bajuku, maaf ma aku begini karena aku sayang ema! Aku tak ingin ema terus bersedih karena ingin berhaji”
“nak, kau terlalu berlebihan! Meskipun ema tak dapt berhaji tapi ema selalu bahagia karena mungkin hati ema sudah ada disana”
Aku mulai merasakan sakit yang sangat di bagian dadaku, tak terasa aku hilang, mataku mulai rabun tak dapat melihat apa-apa, aku melihat sosok berbaju putih menghampiriku dan seketika aku meninggalkan dunia ini.
Aku yakin, dengan sajadah bolongnya, dengan kusam mukenanya, ema bisa berhaji suatu saat nanti.

Tidak ada komentar: