Sabtu, 06 Oktober 2012

SUJUD LAMAKU, TUHAN ADIL

Aku masih diam dalam sujudku, seolah sujud itu adalah sujud terlama dalam shalatku malam itu. Entah memang ingin melama-lamakan waktu sujud terakhir atau memang enggan untuk terbangun melihat kenyataan yang akan dilihat, aku enggan membuka mata selama shalatku, aku enggan menenggak keatas, aku enggan menoleh kebelakang, aku enggan menatap kedepan, seolah leher ini kaku dan dijadikan beku oleh rasa, aku menjadikan mata ini tertutup dan sedikitpun tak ingin membukanya, bahkan sekalipun untuk merasakan.
10 menit berlalu atau mungkin lebih dari waktu di jam dinding yang berdetak, aku mulai memberanikan membuka mata mulai berani menghadapi dunia masa lalu dan masa kini, walau masa depan makin terlihat samar-samar, aku selesaikan shalatku malam itu, sembari menengadah tangan meminta belas kash tuhan mungkin keadaan ini tak lebih miris ketimbang aku melihat pengemis tua di jalan yang sedang mengangsur jalan meminta receh kepada setiap pengendara di lampu merah tapi aku rasa hati ini lebih miris ketimbang sang pengemis itu, karena ini adalah suara hati yang ingin menjerit menahan kesakitan yang tertahan selama ini.
Aku berdiri, menggenggam tangan terbangun ingin bangkit meski serasa tak memiliki tulang belakang yang membuatku sukar untuk berdiri tegak, aku berkaca menatap diri sendiri sejenak aku terdiam “Apa yang salah dengan diri ini? Apa kesalahan aku ini? Mengapa aku seperti ini Tuhan? Aku bukanlah aku! Aku merasa ini bukan aku Tuhan!” meski enggan menitikan air mata, tapi lambat laun aku merasa ada air mata yang tiba-tiba keluar dari sang mata membuat dingin pipi di malam itu, airnya memang tak lebih dari derasnya hujan di malam kamis kemarin tapi dinginnya lebih dari hujan deras itu. Ah entahlah aku tak begitu mahir untuk mengatakannya, aku MENANGIS Tuhan!
Aku tersenyum, memberikan senyuman kepada gambar diri di depan kaca, tapi yang aku lihat adalah kesedihan yang mungkin sulit untuk terlihat oleh orang banyak. Tuhan, tuhan tuhan! Mengapa seperti ini? Aku mulai berpikir membalikan keadaan, aku teringat akan kata-kataku dulu dan separah-parahnya aku menunjuk diriku sendiri dengan penuh dendam “KAU! INGAT KATA-KATAMU! HIDUP ADALAH PILIHAN! PILIHAN UNTUK MENENTUKAN JALAN! KAU AKAN DI PERBUDAK OLEH KEADAANMU ATAU KEADAAN DIPERBUDAK OLEHMU! ATAU KAU DAN KEADAAN AKAN SALING MEMBERI? INGAT KAWAN SEMAKIN KAU MENGALAHKAN KEADAAN JUSTRU SAAT ITULAH KAU KALAH OLEH KEADAANMU SENDIRI! HIDUPLAH BERDAMPINGAN! KARENA KEHIDUPANMU TAK AKAN ADA TANPAMU BEGITUPUN SEBALIKNYA!” aku mulai menyeka mata, menarik bibir untuk tersenyum dan bangkit dari kegundahan, menyingkap setiap kesamar-samaran masa depan. Membuka lebar-lebar mata untuk melagkah kedepan. Aku mulai bangkit dan keluar, aku berlari ke sebuah padang rumput disana masih ada pohon randu yang setia menemani malam-malamku, setia menjaga ketika aku kepanasan, setia menyeka air mata dengan anginnya saat menangis. Aku mulai mengangkat tangan, melihat keatas langit dan berkata “Tuhan terimakasih untuk semuanya! Aku tahu semua hidup berdampingan saat kau memberikan cobaan padaku, aku tahu saat itu Kau memberiku kekuatan untuk mengahdapinya, saat kau memberiku kemalasan untuk berpikir aku tahu Kau sedang memberiku sedikit ilmu untuk berbagi, saat kau memberiku masalah aku tahu saat itulah Kau memberiku berjuta jalan untuk meraih kesempurnaan!

Tidak ada komentar: